(Tulisan ini pernah dimuat di Pantekosta News Manado, Edisi November 2013)
Telah terjadi kebangkitan generasi
muda GPdI kedua di Jateng dan Jabar. Itu diukur dari atmosfir Youth Camp 9-11/7/2013 Cipanas,
dan di Kampus STT Salatiga, 2-5/7/2013 silam. Bagaimana tidak, “di Jabar
71 orang dibaptis di acara itu,” kata Pdt. Bernath Hutagaol. Di Jateng, “260
peserta ingin jadi hamba Tuhan,” kata Pdt. Rudi Siahaan. Belum lagi acara
serupa digelar MD/KD hampir di seluruh Indonesia, luar negeri mungkin saja. Tampaknya,
Juli adalah bulan kegerakan Api Pantekosta di Indonesia. Mungkinkah ini
pembenaran Api Pantekosta sedang menyala kembali? Inikah
awal kegerakan besar kedua GPdI abad 21? Inikah tanda positifnya respon dari
generasi muda ke GPdI sekarang? Semoga!
Pahami Isi Hati Generasi Muda
Sejak Agustus 1997, ketika pertama sekali menjadi hamba
Tuhan GPdI, hingga zaman meledaknya pengguna jejaring sosial dan telekomunikasi
lain hari ini, banyak diantara kita bebas berkomentar soal GPdI. Ada yang
sinis, banyak juga komentar membangun. Memang, tiap pelayanan, oknum,
organisasi, dan sistem punya keterbatasan, tidak bisa ditutup-tutupi. Komentar
itu menginspirasi saya kerjasama dengan KD, Panitia Youth
Camp, Konselor meneliti “ada apa dengan generasi
muda GPdI.” Tidak ada jalan selain bertanya langsung, mengenali isi hati mereka.
Saya sendiri merancang 14 items pertanyaan angket/survey.
Intinya, “apa
yang pemuda inginkan dari gereja supaya rohaninya bertumbuh?” Memang, angket punya keterbatasan, seperti metode
penyelidikan lain. Apa alasan menjawab YA atau TIDAK belum dikomunikasikan. Itu
berarti tugas kita memahami belum usai. Itu membuka ruang bagi kawan lain
mengamati lewat metode lain, sehingga ilmu pengetahuan bisa dipekerjakan memajukan
pekerjaan Tuhan. Tujuan penyelidikan ingin menggambar secara umum keinginan hati
generasi muda GPdI.
Tulisan ini, termasuk pencitraan: “Inilah
kondisi terkini sejumlah generasi muda, yaitu Remaja, Pemuda, Mahasiswa GPdI,” (apapun
orang bilang),” namun berdasarkan mata orang muda, bukan opini, apalagi
rekayasa. Memang, penelitian ini hanya diwakili dua provinsi. Namun, jumlah
responden 947 orang. Setidaknya mereka mewakili lainnya. Jawaban mereka adalah
fakta, jangan disepelekan.
Keinginan Generasi Muda
Setelah olah data sistem
komputerirasi (IBM SPSS Statistics 19-Analyze
Frequency), umumnya pengalaman generasi muda sangat positip kepada
GPdI. Hal itu terlihat dari data disini. Beberapa bagian disoroti disini. Itu bukan
sisnisme, tapi pilihan agar tahu mengatasi. Bukankah, memberikan solusi lebih
mulia, ketimbang gemar membicarakan persoalan?
Berikut ini penjelasan dan temuan
penting dari penelitian. Satu, 81,8 %
yaitu 775 orang,
bangga dengan identitas dan berjemaat di GPdI, tapi 18,2 % (172 orang) mengaku
tidak. Angka
ini kelihatannya tidak terlalu banyak, tapi sangat menyakitkan ketika pengakuan
ini didengar gembala sidang. Apa jadinya kalau mendapati jemaat berkata seperti
itu, meskipun mungkin itu jujur dan realita. Fakta ini mendesak kita untuk “membarukan makna” pengajaran untuk
menegaskan kebanggaan jadi jemaat Tuhan di GPdI.
Dua, 79,9 % (757 orang) mengalami pertumbuhan rohani di GPdI, meskipun 20,1 % (190 orang) tidak. Kenapa tidak bertumbuh? Ini pekerjaan besar yang harus kita selidiki lagi, sehingga pelayan yang diperjuangkan siang-malam tepat sasaran. Tiga, 80,6 % (763 orang) merasakan isi dan model khotbah cocok untuk konsumsi orang muda. 19,4 % (184 orang) merasa tidak terpenuhi selera dan standar mereka. Empat, 78,5 % (743 orang) cara dan penyampaian khotbah disukai. 21,5 % (204 orang) tidak suka dengan apa yang didengarkan.
Lima, 76,0 % (720 orang) merasakan jamahan Tuhan hadir dalam pujian penyembahan, 24,0 % (227 orang) tidak. Enam, 76,8 % (727 orang) instrumen musik, pilihan lagu bisa membawa hubungan erat-intimasi dengan Tuhan. 23,2 % (220 orang) tidak bisa merasakan apa-apa. Tujuh, 77,3 % (732 orang) menganggap para pemusik, songleader, singer pujian dan penyembahan bisa memimpin untuk menikmati suasana, kehadiran Tuhan di gereja. Ada 22,7 % (215 orang) yang tidak menikmati apapun.
Delapan, sebanyak 69,4 % (657 orang) melihat pengerja, aktivis, pembina rohani bisa mendampingi pertumbuhan rohani dan memotivasi untuk mengahadapi masalah. Senang rasanya mendengar itu. Walaupun, ada 30,6 % (290 orang) merasa kehadiran para pelayan Tuhan tidak membantu. Ada apa dengan mereka? Kita perlu berkaca diri. Ini petunjuk bagi gereja lokal agar mengaktifkan pemuridan dan pendewasaan jemaat sehingga bersedia belajar melayani atau PA-Pendalaman Alkitab. Kelihatannya, PA seakan tidak lagi diminati jemaat, selain ibadah raya. Padahal, itu dulunya amat kuat, bahkan ciri GPdI.
Sembilan, 65,4 % (619 orang) gembala bersedia
memberikan kebebasan pemuda mengelola
acara sendiri. 34,6 % (328) tidak membolehkan mereka mengelola pelayanan sesuai
keinginan. Ini tergantung kepada kondisi gereja lokal. Gembala punya visi dan
misi Tuhan, dan kebijakan membangun pelayanan ke level tertentu. Sepuluh, 72,9 % (690 orang) gembala sudah
tepat memilih, memberikan tanggungjawab pelayanan pada orang. Namun, masih ada 27,1
% (257 orang) tidak setuju.
Sebelas, 56,6 % (536 orang) pindah gereja
karena dipengaruhi gereja lain. Artinya, memang benar kehadiran gereja lain
menyebabkan generasi muda undur diri dari GPdI. Tapi, 43,4 % (411 orang)
menyatakan, pindah karena faktor lain. Itu karena isi dan metode pengajaran
lewat khotbah, pujian penyembahan, musik dan lagu, tim musik ibadah, tim
pelayanan, otoritas gembala atau kebutuhan umum lain. Dua belas, 52,9 % (501 orang) pindah bukan pengaruh gereja lain. Pengalaman
dari 446 orang, yakni 47,1 % adanya migrasi generasi muda ke gereja lain karena gerejanya tidak lagi sesuai kebutuhan. Tigabelas, 79,2 % (750 orang) mengaku, pelayanan dan program
gereja membuat makin mengerti Firman Tuhan. 20,8 % (197
orang) tidak
mengerti Firman Tuhan. Data ini mendorong gembala sidang membuat cara
tertentu mengetahui bagian pelayanan mana tidak lagi sesuai kebutuhan hari ini.
Empatbelas, 85,4 % (809 orang) ingin program,
pelayanan atau khotbah mengenai masalah umum. Misalnya ketrampilan hidup,
kebutuhan jasmani, pengetahuan sekuler, cara membuka lapangan kerja, bantuan
studi atau pelajaran sekolah, cara menghasilkan uang, cara memanfaatkan
teknologi, komputer dan gadget, dan masalah kehidupan umum. Ini pertanda gereja
diminta memfasilitasi kebutuhan umum generasi muda GPdI hari ini. Meskipun 14,6 % (138 orang) meyakini gereja dipanggil untuk urusan rohani.
Youth Camp sudah usai. Acara itu mengajari kita banyak
hal. Tapi apa, bagaimana, dan kemana mereka setelah itu, jauh lebih penting? Menangani generasi Muda GPdI adalah tanggung jawab bersama. Setidaknya lewat
data, kita pahami hatinya, setelah itu, mereka bisa ditemani ke jalan Tuhan. Data
ini membantu kita melayani kebutuhan mereka sesuai sasaran, dan pekerjaan Tuhan
semakin terfokus. Hendaklah demikian!