Metode Triangulasi:
Strategi multi-pendekatan dalam paper & riset theologia Kristen
Elia Tambunan, M.Pd.
Pendahuluan
Secara tradisional, pegiat keilmuan Kristen masih memelihara jurang atau pemisahan (dalam filsafat ilmu lebih dikenal dengan istilah “gap”) dalam paper & riset sosial sains (theologia yang kelompokkan di dalamnya) antara paradigma pendekatan riset kualitatif dan kuantitatif. Masing-masing mereka dalam perspektif kedua pendekatan itu, memiliki paradigma yang sedikit berbeda. Perbedaan antara kedua paradigma itu berkait dengan tingkat epistemologi yang cukup tipis, tingkat kerangka teoritis, serta tingkat metode dan teknik-teknik yang terlibat di dalmnya. Banyak penulis & periset yang tetap mempertahankan salah satu paradigma. Tetapi, saya sangat merekomendasikan untuk penggunaan penggabungan (artinya mengiinterrelasikan dalam batasan tertentu sesuai dengan problem akademik yang diselidiki) keduanya. Penggabungan dua metode yang berbeda dalam paper dan riset memunculkan persoalan gerak antara paradigma-paradigma pada tingkat epistemologi dan teori (Julia Brannen, 2005: 9)
. Ini bagus untuk pengembangan keilmuan theologia Kristen.
Keberadaan dua paradigma yang berbeda, mengesankan adanya sesuatu yang menjadi pedoman para penulis & periset terutama bagi praktek-praktek lapangan yang mereka lakukan. Untuk itu, diperlukan multi-metode yang lebih tepat agar dapat mengungkap dan menjelaskan makna dari fenomena sosial yang diteliti. Dalam essay ini, saya telah menggeser paradigmanya dari analisis tekstual kitab suci menjadi analisis empiris terhadap masyarakat yang mempercayai kitab suci. Artinya pengetahuan tentang teks (textual science) sudah bukan lagi eranya sekarang, meski itu tetap dibutuhkan. Tetapi, pengetahuan tentang kehidupan alamiah manusianya (human nature and social action science) karena mempercayai dan menjadikannya sebagai norma dan etika kehidupan sosial masyarakat Kristen. Terhadap yang pertama bukan karena tidak percaya terhadap isi dan tulisannya, tetapi hal itu sudah final. Terhadap yang kedua merupakan konsentrasi studi yang lebih penting.
Essay ini bisa diposisikan sebagai kritik atau gugatan akademik terhadap orientasi keilmuan theologia Kristen berbasis kajian tulisan. Kajian model ini saya sebut sebagai "tipe keilmuan editor". Saya tipologikan sebagai editor karena hanya mengedit-edit ulang tulisan yang sudah ada. Penulis & periset Kristen, enggan (jika tidak terima disebut malas) melakukan anilisis dan melakukan kritik atau review literatur Kristen yang telah ada. Hasil tipologi keilmuan sepertti itu, saya anggap hanya repetisi-daur ulang pemikiran yang telah ada dari sejak zaman bapa-bapa tua gereja dan tokoh sesudahnya. Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, jika saja mau untuk melakukan riset singkat di rak-rak fakultas thelogia atau perpustakaan institusi pendidikan Kristen lain, maka akan terlihat jelas tumpukan ilmu tipe editor ini dalam tulisan akademik.
Tumpukan ilmu yang berdebu dan mati karena tidak terpublikasi keluar ke masyarakat Kristen, mulai paper dan sekelompok dengan itu hingga riset yang seolah-olah akademik dari level D1-S3 atau S selanjutnya. Ini syndrom yang perlu dicarikan obatnya oleh para pegiat keilmuan Kristen tersebut. Inilah permasalah akademik yang ingin saya tangani sekalgus sebagai kontribusi akademik dari essay ini secara partikular dalam area studi metodologi riset. Kali ini, saya hanya ingin memberikan eksplanasi pentingnya mempekerjakan metode triangulasi sebagai sebuah strategi multi-pendekata dalam paper & riset keilmuan theologia Kristen untuk menyelidiki secara langsung perilaku atau tindakan sosial dalam kehidupan masyarakat Kristen dalam dunia yang kongkrit bukan lagi sebatas dunia abstraks.
Triangulasi sebagai Sebuah Strategi Pengamatan
Terkait dengan triangulasi, R.G. Burgess (1982), menurut J. Brannen memilih mamakai istilah “strategi penelitian ganda” untuk menyebut penggunaan metode yang beragam dalam memecahkan suatu masalah paper& riset. Menurut pendapatnya, metode-metode lapangan yang tidak melibatkan observasi, wawancara dengan informan dan sampling dipandang sempit dan tidak memadai. Argumennya, para penulis & periset harus fleksibel dan karenanya harus memilih metode yang sesuai dengan masalah yang diteliti (Ibid, Julia Brannen, 2005: 20).
Ini sebagai anjuran bagi theologia sebagai subject matter, bahwa eranya menurunkannya ke bumi ke area yang kongkrit dan realitas, bukan lagi abstrak dan melulu soal kata-kata dan kalimat-kalimat illahiyah yang pasti bersifat wahyu atau methafisis, sedikit berbau mistisis. Metode trianggulasi sebagai sebuah strategi pengamatan-inquiry sangat dipentingkan dalam paper & riset akademik theologia.
Ini semakin logis karena tidak mungkin mengobservasi dan mewanwancarai Abraham, Musa, Daud, Salomo, Simson, Yesaya, Paulus, Lukas, Petrus atau Yohanes yang telah lama mati, meski hidup dalam abstraksi para teolog dan murid yang mengikutinya. Tetapi, sangat mungkin mengobservasi dan mewawancari Parjo, Sukinem, Hasudungan, dan Minar tentang kehidupan dan tindakannya dalam kesehariannya.
Sesuai dengan strategi multi metode ini, Brannen berkata bahwa terminologi yang lebih tua usianya dan digunakan lebih luas dijumpai dalam literatur yang menyebut strategi ini sebagai “triangulasi,” sebuah istilah yang asalnya dipinjam dari laporan-laporan psikologis dan dikembangkan oleh Denzim (1970). Bagi Denzim, menurut J. Brannen triangulasi tidak hanya mencakup metode dan data tetapi juga para peneliti dan teori-teorinya juga (Ibid, Julia Brannen, 2005: 20).
Pada umumnya peneliti menggunakan istilah triangulasi dalam arti lebih dari satu metode penelitian dan karenanya lebih dari satu jenis data. Untuk memahami soal triangulasi, dan mempekerjakannya dalam theologia, kita perlu memahami filosofisnya terlebih dahulu dalam paper & risetnya. Di dalam keduanya dituntut validitas dan reabilitas hasil pengamatannya.
Hal itu yang lebih sering digunakan dalam riset kuantitatif. Dalam riset kualitatif dipakai istilah validasi atau reablitas. Validasi adalah ketepatan antara data yang terjadi pada situasi sosial penelitian dengan data yang dilaporkan peneliti. Artinya tidak terjadi perbedaan realitas dengan laporan. Sedangkan reabilitas adalah ketetapan data (Sugiyono, 2006: 215). Salah satu tehnik pendekatan untuk memenuhi tuntutan validitas dan reabilitas ini adalah dengan metode dan pendakatan triangulasi. Oleh karena itu, tidak lagi cukup valid dan reabil jika dalam paper & riset theologia hanya pendekatan semiotika atau ilmu semantis belaka. Itu berat sebelah dan tergembok dalam pengertian teks, tidak sampai pada dampak sosial sebagai akibat dari orang Kristen yang meyakini teks-teks sucinya.
Tipe-tipe Triangulasi dan Karakternya
Denzim (1970) dalam tipologi metodologinya memberikan beberapa metodologi triangulasi
dengan beberapa tipe dan karaktenya yakni:
Pertama, Triangulasi waktu yaitu tipe yang berusaha untuk mempertimbangkan factor-faktor penyebab dan proses kronologis yang menyatukan pendekatan-pendekatan dalam rancangan-rancangan. Lintas seksi dan longitudinal. Riset lintas waktu dan budaya masyarakatnya setiap zaman memakai verifikasi atau pengamatan “timing” dan kontemporaritasnya terhadap masyarakat Kristen sekarang. Ini juga testing teori diantara banyak orang-teolog-filsuf Kristen, dapat juga mengukur diantara populasi dengan menggunakan beberapa instrument pengkuran yang berbeda sesuai dengan waktu sekarang. Ini masuk akal, mereka hidup dalam zaman dan kondisi yang berbeda. Bukannya hasil pemikiran mereka tidak lagi implemented tetapi, situasi yang melatarinya yang mendominasi mereka pada waktu memproduksinysi.
Kedua, Triangulasi ruang, yaitu tipe yang berusaha untuk mengatasi struktur pengamatan perilaku di dalam suatu wilayah, kondisi historis yang tedapat erat dalam realita sosiologisnya. Metode ini dipakai untuk mengatasi hambatan–hambatan dalam mempelajari perilaku atau tindakan dalam kondisi sosialnya. Tentulah zaman PL, PB, setelah ruang keduanya, masih ada ruang sosial lainnya sesuai dengan kultur dan subkultur manusianya.
Ketiga, Triangulasi level kombinasi, yaitu tipe yang menggunakan beberapa tingkat analisis dari tiga tingkatan prinsip-prisip sosial sains yang dinamakan tingkat individu, tingkat interaksi individu (kelompok) dan tingkat kolektif (organisasi, budaya dan masyarakat Kristen sesuai dengan masyarakatnya).
Keempat, Triangulasi teoritis, yaitu tipe yang di buat sebagai alternatif untuk membandingkan preferensi teori-teori yang telah ada sebelumnya. Namun, penulis & periset Kristen selanjutnya penting untuk memposisikan dirinya dalam teori yang telah ada. Ini hanya dapat dikerjakan jika ia melakukan kritik dan gugatan terhadap pendekatan dan metodologi yang dipakai sebelumnya. Ini penting untuk mengutamakan komprehensifitas pemahaman saja, dan mengisi kekurangan-gap yang belum disentuh sebelumnya.
Kelima, Triangulasi investigator, yaitu tipe yang berusaha untuk menggabungkan lebih dari beberapa penulis & periset. Ini lebih bermanfaat sebagai bertemunya beragam pandangan penulis & periset dalam satu dispilin akademik.
Keenam, Metodologi triangulasi, yaitu tipe yang berusaha untuk menggunakan beberapa metodologi yang lain: (a) metode yang sama dengan peristiwa yang lain, atau (b) berbeda metode-metode tetapi sama objek dan penelitian. Ini untuk mengejar validitas dan reabilitas data dan hasil kajian.
Sementara itu, sesuai dengan hal itu, menurut uraian Julia Brannen tentang Tipe-tipe Triangulasi bahwa ia menjelaskan ada 4 hal yakni: Kesatu, Metode-metode ganda yakni bahwa metode triangulasi bisa terjadi antar metode atau juga bisa didalam metode. Pendekatan dalam metode mencakup metode yang sama yang digunakan pada kesempatan-kesempatan yang berbeda, sementara antar metode berarti pemakaian metode yang berbeda dalam kaitan dengan objek studi yang sama, masalah yang substantif dan lain-lain.
Kedua, Riset gabungan yakni tulisan & riset yang dilakukan oleh kemitraan atau kelompok, bukan oleh orang perorang. Pengorganisasian riset adalah bagian yang penting dari strategi riset. Individu yang berbeda dan gabungan penulis & periset pasti membawa persfektif-persfektif yang berbeda-beda ke dalam tulisan & riset, tergantung kepada disiplin, persuasi-persuasi teoritis dan politis, jenis kelamin serta usia dan latar belakang sosial mereka. Sekalipun masing-masing penulis & periset menggunakan metode riset yang sama, tetapi biasanya dia membawa sudut pandang lain ke dalam tulisan & riset yang bisa mempengaruhinya memandang data.
Ketiga, sekumpulan data gabungan, yakni kumpulan data yang berbeda disamping bisa diperoleh melalui penerapan metode-metode yang berbeda, juga melalui penggunaan metode yang sama pada waktu yang berbeda. Data bisa dikumpulkan pada waktu yang berbeda dan konteks situasi ataupun latar yang bervariasi. Disamping itu, data kadang-kadang terkait dengan tingkat-tingkat analisis sosial yang berbeda, tingkat individual, tingkat interaktif dan kolektif.
Keempat, Teori-teori gabungan, yakni disamping kumpulan data gabungan para penulis & periset juga bisa menggunakan teori-teori gabungan. Analisis data awal, bersama dengan wawasan-wawasan dari proses tulisan & riset itu sendiri, bisa menghasilkan sejumlah kemungkinan teori dan hipotesis tentang masalah yang diteliti. Ini pada gilirannya dapat diuji pada data. Jika tidak, pengujian penelitian sebelumnya dapat menuntun penulis & periset menguji sejumlah hipotesis yang logis dan mungkin kontras dengan temuan-temuannya (Ibid., Julia Brannen, 2005: 20-22).
Triangulasi dalam Paper & Riset Theologia Kristen
Triangulasi saya pahami sebagai metode atau strategi penyelidikan nilai-nilai teologis dalam realita sosial orang Kristen dengan menggunakan dua atau lebih metode untuk mengumpulkan data dalam riset perilaku atau tindakan manusia Kristen atau bidang riset sosial sains lainnya. Ini adalah sebuah teknik riset dengan beberapa prinsip penerapannya. Menggunakan multi metode atau multi pendekatan biasanya trianggulasi dikenal dalam sosial sains (Bahan Kuliah, 2009: 233)
. Teknik triangulasi dalam ilmu itu berupaya untuk memetakan, menjelaskan, mengeksplorasi secara lebih luas dan sangat mendalam sehingga terpahami makna dari yang dipertontontonkan oleh manusianya. Keluasan dan kompleksitas riset perilaku atau tindakan manusia Kristen dapat diteliti dengan cara ini, dengan mempekerjakan lebih dari satu sudut pandang dan terus menerus, dapat dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hal ini dipakai untuk mengatasi bias penulis & periset yang dilakukan jika hanya menggunakan satu metode dan pendekatan saja.
Dengan pendekatan triangulasi maka, hal ini dapat diteliti meskipun harus dengan norma-norma atau kaidah-kaidah riset yang benar dengan pendekatan beberapa metode mengumpulkan data yang secara substansial hasilnya akan sama (dimana triangulasi digunakan untuk pemaknaan penelitian untuk menginvestigasi perbedaaan sudut padang penulis & periset, namun dengan pendekaan dan metode yang sama (Bahan Kuliah, 2009: 233-234)
. Dengan demikian, menggunakan metode pendekatan dan teknik riset dengan cara triangulasi akan mengatasi masalah “methode-boundedness” keterbatasan riset. Triangulasi sering digunakan untuk mengaitkan proses analisis dengan proses konfirmasi. Oleh karenanya, tirangulasi merupakan bentuk riset multi operasional. Ini bukanlah hanya sekedar taktik, cara atau strategi, riset dalam mengumpulkan data semata.
Istilah triangulasi juga bisa berarti konvergensi antar riset (penyatuan catatan lapangan satu penulis & periset dengan hasil obsservasi dari yang lain), sekaligus konvergensi antara berbagai teori yang digunakan, preskripsi umum dipakai untuk mengadopsi sumber-sumber triangulasi yang memiliki bias dan kekuatan yang beragam. Sehingga masing-masingnya dapat saling melengkapi. Dalam riset empiris, berbagai tolok-ukur independent tidak sepenuhnya dapat disatukan. Data observasi tidak sepenuhnya bersesuaian dengan data wawancara, demikian data survey dengan salinan rekaman. Dengan kata lain, sumber-sumber data apapun bisa bersifat inkonsisten dan bahkan saling bertentangan, sehingga tidak mudah dipertemukan.
Seorang penulis & periset yang mengumpulkan data teologis dlam kehidupan sosial masyarakat Kristen, berdasarkan penuh kesadaran harus sepenuhnya pula melakukan cek silang berdasarkan temuannya atas sumber-sumber yang lebih beragam dan jenis-jenis bukti akan mampu memasukkan taktik triangulasi kedalam proses pengumpulan data. Langkah ini akan menjadi cara menulis dan meriset untuk memperoleh temuan-temuan (findings) penting. Dengan melakukan triangulasi itu, maka peneliti telah mengamati dan menyimak berbagai kasus dari sumber yang beragam, dengan menggunakan beragam metode, dan dengan mendialogkan satu temuan dangan temuan lain secara bersamaan. Dengan logika pemahaman seperti ini, penulis dan periset berhasil membuat daftar taktik atau strategi yang dapat menjaganya dari bias-bias peneliti yang meliputi: a) untuk pengecekan tingkat representasi kebenaran data yang diamati, b) untuk pengecekan reaktifitas dan orang lain yang ternyata mengamai hal sama dengan hasil yang berbeda, c) untuk mentriangulasikan dan memfokuskan pada bukti berdasarkan tolok-ukur yang lebih tegas dan jelas (A. Michael Huberman dan Mattew B. Miles, 2009: 605)
. Inilah manfaat akademik yang bisa diperoleh dalam thoelogia sebagai subject matter. ika selama ini hanay ilmu editor yang menggabung-gabungkanm pendapat tokoh, dosen pengajarnya atau buku-buku teologi terkait, menjadi berbalik kritik dan gugatan terhadapnya berbasis findings dari lapangan.
Mempekerjakan Triangulasi dalam Area Studi Theologia Kristen
Kini waktu yang lebih tapat bagi penulis & periset Kristen lebih konsentrasi kepada riset empiris terkait soal manusia bukan lagi teks-teks, teks, suratan dan tulisan belaka. Fokus empirisitas keilmuan theologia Kristen untuk mengamati kehidupan dapat diarahkan secara partikular untuk mengamati kehidupan masyaraat Kristen terkait soal individu, kelompok dan masyarakat. Hal-hal itu bisa saja menyangkut; 1) analisis kelompok (meneliti pola interaksi individu dan kelompok-kelompok), 2) analisis unit organisasi (meneliti soal-soal unit yang memiliki keseimbangan bukan karena dipengaruhi oleh sesuatu yang dilakukan individu), 3) analisis institusional (meneliti soal-soal hubungan antar hukum, politik, ekonomi, dan institusi keluarga di masyarakat), 4) analisis ekologi (meneliti soal-soal penjelasan ruang), 5) analisis kultural (meneliti soal-soal norma-norma, nilai-nilai, praktek-praktek hidup, tradisi-tradisi, budaya dari suatu ideology), 6) analisis sosial (meneliti soal-soal faktor-faktor besar seperti urbanisasi, industrialisasi, pendidikan, dan kesehatan dsb), dimana memungkinkan menggabungkan bebrapa kombinasi tingkat analisis yang dapat dipakai.
Mengingat pentingnya metode trianggulasi sebagai strategi untuk mengkritik dan mengembangkan keilmuan theologia Kristen, maka secara lebih luas dapat dipekerjakan dalam area studi yang lebih bervariasi.
Kesatu, Triangulasi secara tepat digunakan dalam Hasil Pendidikan. Triangulasi teknik yang cocok digunakan ketika mengamati hasil lulusan pendidikan Agama Kristen, secara holistik. Dalam hal ini dapat digunakan untuk meneliti mengukur dan menilai hubungan kompleks antara kelas dan variable sekolah, hasil cognitive dan dan nonkognitif siswa. Ini dapat dilakukan dengan studi kasus menilai strategi mengajar guru, sistematisasi dengan mengobservasi jadwal, yang digunakan.
Kedua, Triangulasi secara tepat digunakan dalam fenomena yang kompleks. Triangulasi teknik yang relevan digunakan ketika mengamati fenomena yang terjadi di masyarakat yang membutuhkan penjelasan. Dengan berbedanya filosofi tujuan dan prakteknya dalam dua kelas akan memberkan data yang sangat terbatas. Kombinasi kriteria factor-faktor akademik dan dan non akademik akan memberikan gambaran yang lebih nyata dan kedua peneliti akan membandingkannya.
Ketiga, Triangulasi secara tepat digunakan dalam evaluasi metode mengajar. Triangulasi secara tepat digunakan dalam mengevaluasi metode mengajar yang memungkinkan dapat dievaluasi. Penulis & periset dapat melakukan penelitian menggabungkan dan memisahkan efek metode mengajar dengan komputer dan program video pada siswa terhadap prestasi belajar siswa dalam mempelajari geometry. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan gabungan program computer dengan video hamper sama rendah terhadap pencapaian prestasi belajar, dibanding tidak menggunakan media belajar.
Keempat, Triangulasi secara tepat digunakan dalam studi-studi kontroversial. Triangulasi secara tepat digunakan dalam studi-studi kontroversial dalam pendidikan perlu dievaluasi lebih lanjut. Issunya adalah soal-soal komprehensif sekolah. Dalam hal ini diperlukan penelitian mendalam. Hal seperti ini dapat dilakukan dengan mengukur dan menginvestigasi banyak faktor seperti keberhasilan akademik, metode mengajar, praktek ketrampilan, ketertarikan soal-soal budaya, ketrampilan sosial, hubungan interpersonal, semangat komunitas dan sebagainya. Hal-hal in akan semakin baik jika menambah jumlah sekolah yang diteliti yang lebih luas.
Kelima, Triangulasi secara tepat digunakan dalam persfektif yang lebih luas. Triangulasi secara membantu bila digunakan dalam persfektif yang lebih luas ketika akan menetapkan gambaran pendekatan yang sangat terbatas. Dalam hal ini kita diingatkan oleh dikotomi tradisional antara norma-norma kontra pemaknaan, nomothetic kontra idiografik, statistik kontra klinis. Hal pertama, hal-hal ini harus diasosiasikan dengan kelompok-kelompok agar lebih objektif dengan data saintifik. Kedua, dengan data individu dan subjektif. Lalu, membuat kategoris-kategoris dan pembanding.
Keenam, Triangulasi secara tepat digunakan dalam studi Kasus. Triangulasi secara tepat digunakan jika penulis & periset diperhadapkan dengan studi kasus, khusunya dalam kasus yang fenomena yang kompleks. Metode yang tepat adalah dengan metode khusus dengan mengumpulkan saksi-saksi dan memperhitungkan kejadiannya, maka hasil temuannya akan lebih baik. Dalam hal inilah inti dari studi kasus untuk meneliti tentang sudut pandang yang banyak dalam situasi sosial. Studi kasus dibutuhkan untuk mewakili dan menghubungkannya, sehingga realitanya akan terpahami.
Pada bagian akhir, saya ingin menyatakan, bahwa penulis & periset Kristen dituntut untuk mengembangkan langkah-langkah kongkrit dan alasan akademiknya dalam penggunaan metode triangulasi sebagai metode atau strategi penyelidikan nilai-nilai teologis dalam realita sosial orang Kristen, sesuai dengan problem akademik dan area studinya. Ini yang dibutuhkan kini untuk mengungkap masalah-masalahnya. Tentulah, hal itu juga melibatkan berbagai pertimbangan pragmatis, menyangkut pembiayaan, keorganisasian dan hal-hal yang terkait dengan kemampuan akademik penulis & perisetnya. Namun demikian, demi percepatan pengembangan keilmuan Kristen khususnya di bidang metodologi riset, inilah yang menjadi permasalahan akademik terbaru. Metode ini penting dipekerjakan sebagai sebuah cara untuk memahami secara inquiris, bagaimana konteks sosial dan tindakan sosial manusia yang mempercayai tkes-teks sucinya. Teks yang mereka percayai tidak ada masalah bahkan tidak pernah salah (innerancy litteracynya). Oleh karena itu, tkesnya tidak lagi perlu dipersoalkan, hal itu malahan seolah-olah ada yang salah dengannya. Tetapi bagaimana hasil atau implementasi teks itu dalam kesehariannya. (Siemboen).
Refferensi:
Bahan kuliah topik tentang Triangulasi dari Metode Penelitian Sosial, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, November 2009. Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Nasruddin Harahap,
Brannen, Julia, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, terj. H. Nuktah Arfawie Kurde, Imam Safe’i Noorhaidi A. H., Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda, 2005.
Huberman, A. Michael dan Mattew B. Miles, Manajemen Data dan Metode Analisis, dalam Hand Book of Qualitatif Reseacrh, Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. (Eds.), terj. Dariyatno, Badrianus Samsul Fata, Abi, Joh Rinaldi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006.
No comments:
Post a Comment